Saat jalanjalan yang
paling sangat banget dihindari adalah jatuh sakit, karena pasti rencana
perjalanan akan hancur berantakan. Kali ini saya ketiban apes, setelah 3
hari saya terlalu memaksakan badan untuk kerja (terlalu) keras,
akhirnya masuk angin + flu + batuk pun bersarang dibadan ini. Untungnya
misi untuk wisata ke Bromo telah selesai jadinya saya sudah (setidaknya)
mempunyai pengalaman baru lagi. Setelah dari Bromo saya masih mempunyai
4 hari 3 malam yang rencananya akan saya nikmati di Solo dan
Jogjakarta, tapi apa daya, Tuhan (cieeelahhh) berkata lain. Saya hanya
dapat terkulai lemas di rumah teman di Solo yang masih mau menampung
gembel macam saya ini. Karena memang sudah pasti saya positif masuk
angin (ya namanya turis kere, rela puasa demi senangsenang) ya obatnya
buat saya cuma satu yang instan “KEROKAN” sekalian “PIJET” (tanpa embel
++), teman saya di Solo pun memanggil tukang urut yang biasanya memijat
dia saat sakit juga. Akhirnya datanglah sosok seorang ibu berperawak tua
(71 tahun klo ga salah) tapi masih dengan semangat untuk terus memutar
roda kehidupan dan terlihat sangat sehat,
Dimulai lah
proses pewarnaan badan dengan koin dan minyak kayu putih, wuihhh
mantap…. warna merahmerah keunguan muncul di badan saya, sambil menahan
sakit pun saya beberapa kali bersedau hoeeeekkkk….aih nikmatnya serasa
angin semua keluar dari dalam badan ini (sebenarnya si bukan bagian ini
yang mau diceritakan). Dalam perjalanan “kerokan” dan “mengurut” kami
pun beberapa kali ngobrol tentang perbedaan hidup jaman sekarang dan
jaman dahulu (saya lupa kenapa bisa sampai sana), dengan bahasa jawa
kromo injil (bener ga tulisannya) dia bercerita banyak, padahal sumpah,
walaupun darah keraton mengalir deras didalam tubuh saya ini, saya ga
terlalu ngerti bahasa jawa kromo injil, jadi saya nangkepnya setengah
atau bahkan seperempat mungkin. Untungnya saat itu tuan rumah mau jadi
translatornya (bayangin satu negara aja bahasanya banyak amat to, betapa
kayanya negara kita uii).
Beliau cerita
bahwa jaman dahulu tu hidup ga sesusah sekarang (setelah kemerdeaan
background cerita kita), kemanamana saya jalan kaki mas, sambil jualan
untuk sekolah dan klo punya 10 meter tanah aja bisa jadi duit itu, saya
tanamin apapun pas sudah panen paling saya puterputer kampung laku
semua. Duit Rp. 2000 itu udah buanyak banget. Orang kaya jaman dahulu ga
keliatan, mereka ga lantas membeli mobil atau bahkan membangun rumah
kaya jaman sekarang, mereka tetap hidup seperti orang lain pada umumnya.
Cuma mereka menyimpang uang bukan di bank tapi di bungkus karung goni
dan di taruh di kandang ayam atau tumpukan sampah biar ga terlalu
mencolok…hahaha….lucunya ya…dengan semangat 45’ ibu ini terus cerita
padahal saya udah benarbenar di titik antara berpikir ini bahasa apa
ya??hahaha….dia bercerita walaupun saya wanita orang tua saya mendidik
saya untuk berjuang untuk menghidupi diri sendiri walaupun kelak saya
punya suami saya setidaknya tidak membebankan suami saya mas. Terkadang
saya sedih melihat banyak anak cewek kongkowkongkow (nongkrong) di mall
padahal seharusnya mereka belajar banyak dirumah Dan yang paling wah
critanya adalah bahwa dia bercerita, presiden Soekarno itu hidup bersama
rakyat, beliau bersepeda melihat rakyatrakyatnya serta berdiskusi
dengan pak camat tanpa memandang strata yang sejujurnya sangat jauh saat
itu. Saya sampe sekarang menyimpan foto beliau saat mutermuter
dikampung ini kok, klo ga percaya nanti saya ambilkan,,,wuihhh segitunya
ya,,,,hebat bu nasionalisssmuu
Sederet cerita
diatas mengelitik hati saya untuk membandingkan dengan jaman saat ini.
Saat saya memegang 50 ribu saja saya bisa menghabiskan dalam waktu
sekejap dan betapa saya tidak begitu menghargai uang itu sendiri.
Orangorang kaya jaman sekarang terlihat betapa angkuhnya dengan kereta
besi yang sangat indah, sesosok Presiden yang seharusnya menjadi panutan
rakyat malah hanya menjadi boneka partaipartai politik saja, dan tanah
subur yang dahulu rakyat Indonesia banggakan sekarang banyak berubah
menjadi gedungedung bertingkat hanya untuk tempat hiburan. Sejenak saya
berpikir seandainya saya bisa mencoba hidup jaman dahulu pasti saya
sangat menikmatinya, di ketiadaan mereka masih bisa merasakan hidup yang
memang mereka dambakan….huihhh...jadi agak serius begini..
Tak terasa 2
jam perbincangan serta pijet pun berlalu, sampai di titik terakhitr Ibu
ini berpesan, cari istri yang pinter cari duit juga ya mas, biar hidup
kalian kelak tidak terlalu susah di jaman yang sudah susah ini. Dengan
segala kesederhaan orang desa, ibu ini sedikit banyak mewarnai
perjalanan saya saat itu.